Desa Pela di Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara, kini mulai menarik perhatian nasional sebagai destinasi wisata edukatif yang memadukan konservasi alam dan pemberdayaan masyarakat. Lokasinya yang berada di kawasan Danau Mahakam menjadikan desa ini habitat alami pesut Mahakam—salah satu mamalia air langka yang hanya bisa ditemukan di sungai-sungai besar Kalimantan. Pemerintah, akademisi, dan sektor swasta kini bersinergi membangun Desa Pela sebagai wisata edukasi alam yang mengedepankan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan warga.
Desa Pela: Rumah Bagi Pesut Mahakam yang Langka
Danau Mahakam bukan hanya sebuah bentang alam indah di jantung Kalimantan Timur. Lebih dari itu, kawasan ini adalah rumah bagi pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), satwa yang kini masuk dalam daftar spesies terancam punah menurut IUCN. Dengan menetapkan Desa Pela sebagai desa konservasi, pemerintah berharap masyarakat setempat tidak hanya menjadi penjaga alam, tetapi juga pelaku utama dalam pengembangan ekowisata berbasis edukasi.
Langkah ini dinilai sangat strategis dalam menjawab tantangan pelestarian lingkungan hidup tanpa mengabaikan aspek sosial-ekonomi masyarakat sekitar.
Sinergi Lintas Sektor: Dari Pemerintah hingga Akademisi
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan komitmen kuat dalam menjadikan Desa Pela sebagai model desa wisata edukatif berbasis konservasi. Menteri Lingkungan Hidup, Dr. Hanif Faisol Nurofi, menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif dalam menghadapi tantangan lingkungan global, seperti pencemaran, kehilangan keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim.
Tidak hanya pemerintah pusat, dukungan juga datang dari Kementerian Desa dan Kementerian Pariwisata yang telah menetapkan Desa Pela sebagai salah satu desa wisata unggulan. Di sisi lain, PT Pertamina Hulu Mahakam sebagai representasi sektor swasta, turut berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur dan penyediaan fasilitas yang menunjang kegiatan wisata berkelanjutan.
Lembaga akademik seperti Universitas Mulawarman juga tidak ketinggalan. Mereka terlibat dalam penyusunan kebijakan konservasi dan pengembangan program-program edukatif di lapangan, termasuk pelatihan masyarakat dan penelitian keanekaragaman hayati.
Fokus Konservasi dan Edukasi: Menjawab Tantangan Planet
Triple planetary crises—yakni pencemaran, hilangnya keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim—adalah kenyataan yang terjadi di kawasan Danau Mahakam. Dengan menjadikan Desa Pela sebagai kawasan edukasi, pengunjung tidak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga belajar mengenai pentingnya menjaga lingkungan.
Program edukasi yang dirancang diharapkan mencakup:
-
Pemahaman tentang ekosistem Danau Mahakam
-
Peran pesut Mahakam dalam keseimbangan lingkungan
-
Upaya restorasi dan pelestarian spesies
-
Praktik wisata bertanggung jawab dan minim jejak karbon
Dengan mengajak wisatawan untuk berinteraksi langsung melalui kegiatan seperti susur sungai, pengamatan pesut, dan workshop konservasi, Desa Pela memiliki potensi menjadi magnet wisata baru di Kalimantan Timur.
Sanitasi dan Tata Ruang: Kunci Pengelolaan Berkelanjutan
Aspek penting lain dalam pengembangan Desa Pela adalah tata ruang dan pengelolaan sanitasi kawasan. Pemerintah mendorong adanya batas sempadan danau yang jelas untuk mencegah kerusakan ekosistem air, serta pentingnya pemantauan kualitas air secara berkala.
“Sanitasi kawasan, batas sempadan danau, serta tata ruang menjadi aspek penting yang juga diperhatikan,” ujar Menteri Hanif. Dengan pengelolaan yang baik, maka keberadaan manusia dan alam dapat berdampingan secara harmonis.
Desa Konservasi sebagai Model Nasional
Gagasan menjadikan Desa Pela sebagai desa konservasi berbasis masyarakat merupakan bagian dari pendekatan baru dalam pelestarian lingkungan. Masyarakat bukan lagi hanya objek dari kebijakan, tetapi menjadi subjek utama—pelaku aktif yang menjaga lingkungan sekaligus mendapatkan manfaat ekonomis dari aktivitas wisata yang dijalankan.
“Konservasi tidak hanya soal menyelamatkan pesut, tapi juga kesejahteraan warga sekitar,” ujar Hanif menutup sambutannya. Model ini diharapkan bisa direplikasi di wilayah-wilayah lain di Indonesia yang memiliki kekayaan alam serupa.
Kesimpulan
Desa Pela bukan hanya menyimpan kekayaan biodiversitas, tetapi juga menyimpan harapan bagi masa depan pariwisata yang berkelanjutan di Indonesia. Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, akademisi, dan swasta menjadi kekuatan utama dalam menjadikan Desa Pela sebagai ikon wisata edukatif dan pusat konservasi pesut Mahakam. Keberhasilan program ini dapat menjadi model nasional bahkan internasional dalam menyelaraskan pelestarian lingkungan dan pemberdayaan komunitas lokal.
Sumber :RRI.co.id