
Desa wisata tidak hanya menawarkan keindahan alam dan suasana pedesaan yang asri, tetapi juga menjadi ruang pelestarian budaya dan tradisi lokal yang telah diwariskan secara turun-temurun. Seiring dengan perkembangan pariwisata, banyak desa wisata di Indonesia berupaya menjaga kekayaan budayanya sebagai daya tarik utama, sekaligus sebagai identitas yang membedakan satu destinasi dengan lainnya.
Tradisi-tradisi unik yang masih dilestarikan ini menjadi magnet bagi wisatawan yang mencari pengalaman otentik dan mendalam, sekaligus menjadi wujud penghormatan terhadap nilai-nilai luhur nenek moyang.
Ragam Tradisi Lokal yang Masih Dijalankan di Desa Wisata
1. Upacara Adat Bersih Desa (Merti Dusun)
Bersih Desa merupakan tradisi sakral yang dilakukan masyarakat desa sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan atas hasil panen dan berkah alam. Di banyak desa wisata, upacara ini masih rutin dilaksanakan setiap tahun, biasanya diiringi dengan kirab budaya, pagelaran wayang, dan kenduri bersama.
2. Kirab Budaya dan Jamasan Pusaka
Kirab budaya adalah prosesi arak-arakan yang menampilkan berbagai elemen tradisional seperti penari reog, jathilan, hingga pasukan bergodo. Dalam beberapa desa seperti di Gunungkidul dan Yogyakarta, tradisi ini juga dirangkai dengan jamasan pusaka atau pencucian benda-benda pusaka sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur.
3. Seni Tradisi yang Menyatu dengan Kehidupan Harian
Wayang kulit, karawitan, gejog lesung, dan tari tradisional tidak hanya menjadi pertunjukan saat acara besar. Di desa wisata, banyak kelompok seni lokal yang masih rutin berlatih dan tampil, baik untuk warga lokal maupun wisatawan. Tradisi ini sekaligus menjadi sarana pendidikan budaya bagi generasi muda.
4. Tradisi Nyadran di Pesisir atau Perbukitan
Nyadran adalah tradisi ziarah ke makam leluhur yang dilanjutkan dengan doa bersama dan kenduri. Di beberapa desa wisata yang berada di wilayah pesisir, nyadran sering dikaitkan dengan sedekah laut, sementara di wilayah perbukitan biasanya dilakukan di situs-situs bersejarah seperti petilasan atau sendang.
5. Pawukon, Kalender Adat dan Hari Baik
Beberapa desa wisata di Jawa masih memegang kuat tradisi Pawukon atau perhitungan kalender Jawa untuk menentukan hari baik melakukan kegiatan seperti menanam, panen, pernikahan, hingga pelaksanaan ritual adat. Kearifan lokal ini masih dijaga oleh para sesepuh desa dan dijadikan panduan masyarakat.
Tradisi sebagai Daya Tarik Wisata Edukatif
Tradisi dan budaya lokal yang dilestarikan ini tak hanya menjadi warisan, tetapi juga bagian dari daya tarik wisata edukatif. Wisatawan tidak hanya diajak menikmati keindahan desa, tetapi juga diajak berinteraksi, belajar membatik, mengikuti ritual adat, hingga mencicipi kuliner tradisional yang dimasak dengan cara-cara nenek moyang.
Dengan mengemas tradisi ke dalam paket wisata berbasis budaya, desa wisata mampu menghadirkan pengalaman yang lebih mendalam dan berkesan bagi wisatawan. Inilah yang membedakan desa wisata dari destinasi lain: pengalaman autentik dan kearifan lokal yang hidup.
Peran Masyarakat dalam Pelestarian Budaya
Pelestarian tradisi tidak lepas dari peran aktif masyarakat. Para tokoh adat, pemuda karang taruna, kelompok ibu-ibu PKK, hingga Pokdarwis saling bersinergi untuk menjaga keberlanjutan budaya lokal. Bahkan banyak desa wisata yang sudah memiliki agenda budaya tahunan yang dijadikan atraksi tetap.
Melalui program pembinaan desa wisata dari pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat, tradisi ini tidak hanya dilestarikan tetapi juga didokumentasikan, dikembangkan, dan dipromosikan secara digital agar dikenal lebih luas.
Penutup: Warisan Budaya Adalah Aset Wisata yang Tak Tergantikan
Melestarikan budaya dan tradisi lokal bukan sekadar romantisme masa lalu, tetapi strategi nyata dalam membangun desa wisata yang berkarakter dan berkelanjutan. Di tengah gempuran globalisasi, desa-desa yang mampu mempertahankan identitas budayanya akan menjadi daya tarik istimewa yang sulit ditiru oleh destinasi lain.
Oleh karena itu, dukungan dari semua pihak sangat dibutuhkan—baik pemerintah, masyarakat, pelaku pariwisata, hingga wisatawan—agar warisan budaya ini tetap hidup dan berkembang di tengah era modern.
Sumber : wawasanbudaya
